Jumat, 09 Oktober 2009

Salahkah Seorang Ikhwan Memilih Calon Istri yang Cantik?

Kecantikan tetap merupakan daya tarik yang memikat setiap lelaki di dunia ini. Wajarlah jika para produsen menggunakan jasa wanita cantik untuk melariskan barang dagangan mereka dan memang tak bisa dipungkiri! Begitupula masalah memilih pasangan hidup tentu setiap lelaki memiliki kriteria tertentu tentang calon istri yang akan di nikahinya. Kalau mau jujur dalam setiap kriteria itu diantara salah satunya adalah menginginkan calon istrinya berwajah cantik atau sedap dipandang mata, tidak membosankan. Salahkah bila seorang ikhwan menghendaki atau menginginkan seorang istri yang cantik?

Wahai ukhti saudariku,.. jangan bersungut dahulu menyalahkan si ikhwan yang berselera demikian. Karena pernikahan itu sendiri adalah ibadah, terkadang iman akan naik dan turun. Tentunya sangat membutuhkan sebab-sebab yang dapat merekatkan tali pernikahan dimasa mendatang. Bila kecantikan adalah merupakan daya tarik bagi si ikhwan itu yang nantinya akan mengekalkan hubungan percintaan (pernikahan)dan kasih sayangnya kepada wanita yang akan di nikahinya maka islam tidaklah melarangnya. Karena ia adalah fitrah atau naluri yang Allah subhanahu wata’ala ciptakan untuk manusia. Coba kita simak hadits berikut ini, dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu dari Nabi shalallahu alaihi wassalam beliau bersabda:

“wanita itu biasa dinikahi karena empat perkara: karena hartanya, karena kemuliaan keturunannya, karena kecantikannya dan karena agamanya. Maka pilihlah yang beragama, karena kalau tidak niscaya engkau akan merugi”1

Kemudian marilah kita simak penjelasan fiqh hadits diatas:2

Dalam hadits diatas menjelaskan kepada kita tentang adat atau kebiasaan laki-laki menikahi wanita karena salah satu dari empat perkara diatas.Yaitu diantara mereka mengutamakan (cenderung) kepada harta, kemulian keturunannya (nasabnya), kecantikannya, dan karena agama si wanita tersebut.Kemudian Nabi kita yang mulia memberikan petunjuk kepada kita agar memilih yang tertinggi dan termulia yang akan memberikan kebahagiaan dunia dan akhirat yaitu pilihlah yang beragama.Yaitu pilihlah wanita karena keshalihahannya.

Tetapi hal ini tidak berarti bahwa laki-laki tidak boleh memilih wanita yang cantik dan seterusnya. Tidak demikian! Ini adalah sebuah kesalahan di dalam memahami hadits. Akan tetapi maksudnya -Insya Allah- seperti ini:

Misalnya ada seorang laki-laki memilih wanita yang cantik parasnya. Kemudian dia melihat apakah pilihannya seorang wanita shalihah? Kalau jawabannya adalah: ‘ya’ maka dia boleh melanjutkan pilihannya. Kiaskanlah dengan keistimewaan yang lainnya! Tetapi kalau jawabannya ‘tidak’, maka dia dihadapkan kepada dua pilihan yang salah satunya harus dia tentukan dan tetapkan. Kalaupun dia melanjutkan pilihannya berarti dia telah mendahulukan kecantikan dari keshalihan.Kalaupun dia membatalkan pilihannya berarti dia telah mendahulukan keshalihan (agama) dari kecantikan. Atau ketika akan memilih dia menentukan sesuai dengan apa yang dia mau atau sesuai dengan seleranya misalnya: “Saya akan memilih wanita yang cantik, yang tinggi, yang putih, yang begini dan begitu dan seterusnya.” Pilihan yang seperti ini dibolehkan dan agama tidak pernah melarangnya.Karena memang berjalan dengan fitrah manusia. Oleh karena itu Nabi kita shalallahu alaihi wassalam mengatakan: “Wanita itu biasa dinikahi karena empat perkara…”

Akan tetapi tetap saja penentuan akhirnya ada pada agama si akhwat tersebut, sebagaimana sabda Nabi mengakhiri dan menutup sabdanya: Maka pilihlah yang beragama! Maksudnya janganlah kau kalahkan agamamu dengan segala kecantikan dan harta benda duniawi. Padahal sebaik-baik kesenangan, kemewahan, harta benda dunia adalah wanita shalihah. Kalau pilihanmu jatuh pada wanita shalihah berarti engkau telah memiliki harta benda dan kesenangan dunia yang terbaik. Istimewa kalau wanita shalihah pilihanmu itu seperti yang kau ingini. Hukum ini juga berlaku bagi setiap muslimah yang akan menjatuhkan pilihannya kepada laki-laki muslim.

Setelah tahu penjelasan hadits diatas tentu kita melihat betapa indahnya islam sejalan dengan fitrah manusia. Karena kecenderungan merupakan hak mutlak bagi setiap pasangan yang akan menikah untuk mengekalkan hubungan mereka maka islampun menganjurkan agar mereka melihat (nazhar) hal-hal yang dapat membuat mereka tertarik untuk segera menikah dan salah satunya adalah faktor kecantikan yang dimana terkadang sangat mempengaruhi hati atau hasrat seorang laki-laki untuk segera menikahi wanita yang telah dilihatnya. Wallahu ‘alam.

Sumber:
- Al Masail Masalah-masalah Agama jilid 7, Abdul hakim Abdat, Darus Sunnah, Jakarta, 2006.
- Fiqh Wanita, Syaikh Kamil Uwaidah, Pustaka Kautsar.

Artikel ini telah di muraja’ah oleh ustadz Eko Haryanto Lc (Abu Ziyad)
Catatan Kaki:

1. HR. Bukhari no.5090, Muslim no.1466 [↩]
2. Lihat Al-Masail Masalah-masalah Agama jilid 7 hal :179-180 [↩]

"Indahnya Pernikahan"

Islam telah menganjurkan kepada manusia untuk menikah. Dan ada banyak hikmah di balik anjuran tersebut. Antara lain adalah :

a. Menikah Adalah Sunnah Para Nabi dan Rasul

” Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan. Dan tidak ada hak bagi seorang Rasul mendatangkan sesuatu ayat melainkan dengan izin Allah. Bagi tiap-tiap masa ada Kitab. ” (QS. Ar-Ra’d : 38).

Dari Abi Ayyub ra bahwa Rasulullah bersabda,” Empat hal yang merupakan sunnah para rasul : [1] Hinna’, [2] berparfum, [3] siwak dan [4] menikah. ” (HR. At-Tirmizi 1080)

Hinna’ artinya adalah memakai pacar kuku. Namun sebagian riwayat mengatakan bahwa yang dimaksud adalah bukan Hinna’ melainkan Haya’ yang maknanya adalah rasa malu.

b. Menikah Adalah Bagian Dari ‘Tanda’ Kekuasan Allah.

” Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. ” (QS. Ar-Ruum : 21)

c. Menikah Adalah Salah Satu Jalan Untuk Menjadikan Seseorang Kaya

” Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas lagi Maha Mengetahui. ” (QS. An-Nur : 32)

d. Menikah Adalah Ibadah Dan Setengah Dari Agama

Dari Anas ra bahwa Rasulullah bersabda,”Orang yang diberi rizki oleh Allah seorang istri shalihah berarti telah dibantu oleh Allah pada separuh agamanya. Maka dia tinggal menyempurnakan separuh sisanya. (HR. Thabarani dan Al-Hakim 2/161).

e. Tidak Ada Pembujangan Dalam Islam

Islam berpendirian tidak ada pelepasan kendali gharizah seksual untuk dilepaskan tanpa batas dan tanpa ikatan. Untuk itulah maka diharamkannya zina dan seluruh yang membawa kepada perbuatan zina. Tetapi di balik itu Islam juga menentang setiap perasaan yang bertentangan dengan gharizah ini. Untuk itu maka dianjurkannya supaya kawin dan melarang hidup membujang dan kebiri.

Seorang muslim tidak halal menentang perkawinan dengan anggapan, bahwa hidup membujang itu demi berbakti kepada Allah, padahal dia mampu kawin; atau dengan alasan supaya dapat seratus persen mencurahkan hidupnya untuk beribadah dan memutuskan hubungan dengan duniawinya. Nabi memperhatikan, bahwa sebagian sahabatnya ada yang kena pengaruh kependetaan ini (tidak mau kawin). Untuk itu maka beliau menerangkan, bahwa sikap semacam itu adalah menentang ajaran Islam dan menyimpang dari sunnah Nabi. Justru itu pula, fikiran-fikiran Kristen semacam ini harus diusir jauh-jauh dari masyarakat Islam.

Abu Qilabah mengatakan “Beberapa orang sahabat Nabi bermaksud akan menjauhkan diri dari duniawi dan meninggalkan perempuan (tidak kawin dan tidak menggaulinya) serta akan hidup membujang. Maka berkata Rasulullah, dengan nada marah lantas ia berkata: ‘Sesungguhnya orang-orang sebelum kamu hancur lantaran keterlaluan, mereka memperketat terhadap diri-diri mereka, oleh karena itu Allah memperketat juga, mereka itu akan tinggal di gereja dan kuil-kuil. Sembahlah Allah dan jangan kamu menyekutukan Dia, berhajilah, berumrahlah dan berlaku luruslah kamu, maka Allah pun akan meluruskan kepadamu.

Kemudian turunlah ayat:

“Hai orang-orang yang beriman! Jangan kamu mengharamkan yang baik-baik dari apa yang dihalalkan Allah untuk kamu dan jangan kamu melewati batas, karena sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang melewati batas.” (Al-Maidah: 87)

Mujahid berkata: Ada beberapa orang laki-laki, di antaranya Usman bin Madh’un dan Abdullah bin Umar bermaksud untuk hidup membujang dan berkebiri serta memakai kain karung goni. Kemudian turunlah ayat di atas.

“Ada satu golongan sahabat yang datang ke tempat Nabi untuk menanyakan kepada isteri-isterinya tentang ibadahnya. Setelah mereka diberitahu, seolah-olah mereka menganggap ibadah itu masih terlalu sedikit. Kemudian mereka berkata-kata satu sama lain: di mana kita dilihat dari pribadi Rasulullah . sedang dia diampuni dosa-dosanya yang telah lalu maupun yang akan datang? Salah seorang di antara mereka berkata: Saya akan puasa sepanjang tahun dan tidak akan berbuka. Yang kedua mengatakan: Saya akan bangun malam dan tidak tidur. Yang ketiga berkata: Saya akan menjauhkan diri dari perempuan dan tidak akan kawin selama-lamanya.

Maka setelah berita itu sampai kepada Nabi . ia menjelaskan tentang kekeliruan dan tidak lurusnya jalan mereka, dan ia bersabda: ‘Saya adalah orang yang kenal Allah dan yang paling takut kepadaNya, namun tokh saya bangun malam, juga tidak, saya berpuasa, juga berbuka, dan saya juga kawin dengan perempuan. Oleh karena itu barangsiapa tidak suka kepada sunnahku, maka dia bukan dari golonganku.’” (Riwayat Bukhari)

Said bin Abu Waqqash berkata:

“Rasulullah. menentang Usman bin Madh’un tentang rencananya untuk membujang. Seandainya beliau mengizinkan, niscaya kamu akan berkebiri.” (Riwayat Bukhari)

Dan Rasulullah juga menyerukan kepada para pemuda keseluruhannya supaya kawin, dengan sabdanya sebagai berikut:

“Hai para pemuda! Barangsiapa di antara kamu sudah mampu kawin, maka kawinlah; karena dia itu dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan.” (Riwayat Bukhari)

Dari sini, sebagian ulama ada yang berpendapat: bahwa kawin itu wajib hukumnya bagi setiap muslim, tidak boleh ditinggalkan selama dia mampu.

Sementara ada juga yang memberikan pembatasan –wajib hukumnya– bagi orang yang sudah ada keinginan untuk kawin dan takut dirinya berbuat yang tidak baik.

Setiap muslim tidak boleh menghalang-halangi dirinya supaya tidak kawin karena kawatir tidak mendapat rezeki dan menanggung yang berat terhadap keluarganya. Tetapi dia harus berusaha dan bekerja serta mencari anugerah Allah yang telah dijanjikan untuk orang-orang yang sudah kawin itu demi menjaga kehormatan dirinya.

Janji Allah itu dinyatakan dalam firmanNya sebagai berikut:

“Kawinkanlah anak-anak kamu (yang belum kawin) dan orang-orang yang sudah patut kawin dari hamba-hambamu yang laki-laki ataupun hamba-hambamu yang perempuan. Jika mereka itu orang-orang yang tidak mampu, maka Allah akan memberikan kekayaan kepada mereka dari anugerahNya.” (an-Nur 32)

Sabda Rasulullah .:

“Ada tiga golongan yang sudah pasti akan ditolong Allah, yaitu: (1) Orang yang kawin dengan maksud untuk menjaga kehormatan diri; (2) seorang hamba mukatab7 yang berniat akan menunaikan; dan (3) seorang yang berperang di jalan Allah.” (Riwayat Ahmad, Nasa’i, Tarmizi, Ibnu Majah dan al-Hakim)

f. Menikah Itu Ciri Khas Makhluk Hidup

Selain itu secara filosofis, menikah atau berpasangan itu adalah merupakan ciri dari makhluq hidup. Allah telah menegaskan bahwa makhluq-makhluq ciptaan-Nya ini diciptakan dalam bentuk berpasangan satu sama lain.

Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.(QS. Az-Zariyat : 49)

Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.(QS. Yaasin : 36)

Dan Yang menciptakan semua yang berpasang-pasangan dan menjadikan untukmu kapal dan binatang ternak yang kamu tunggangi.(QS. Az-Zukhruf : 12)

Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan pria dan
wanita.(QS. An-Najm : 45)



NB:
*begitu indah namun akan lebih indah jika Allah telah menentukan semuanya, semua akan indah pada waktunya*
*tak akan ada yang bisa melawan takdir-Nya*

Jumat, 11 September 2009

Istri-Istri Dulu vs Istri-Istri Sekarang

Ada uang abang disayang, tak ada uang abang diterjang. Entah ini hanya sekedar pribahasa atau kata-kata mutiara, yang pasti maknanya cukup menggelikan. Mungkin pribahasa ini lahir dari realita yang ada sekarang dimana memang para istri sudah agak ketat dan bersyarat dalam memberikan kasih sayang kepada para suami.

Sangat berbeda dengan prinsip yang dianut oleh kaum istri yang ada pada zaman salaf (istri-istri sahabat, tabi'in dan tabi' tabi'in) dahulu dimana mereka tidak hanya menyayangi suami ketika ada uang, tetapi juga menyayangi suami dengan kasih sayang yang mutlak, baik dalam keadaan sempit maupun dalam keadaan lapang..

Lihatlah Sayyidah Fatimah Az Zahra radhiallahu anha, penghulu kaum wanita di surga ini sangat menyayangi suaminya Sayyidina Ali karramallahu wajhah yang susah penghidupannya. Ketika sebelum menikahpun, beliau sudah sangat menyadari betapa akan susahnya nanti jika harus berumah tangga dengan Sayyidina Ali. Tetapi beliau percaya akan pemuda tawaran bapaknya ini suatu saat nanti akan menjadi surga beliau di dunia dan akhirat.

Kehidupan Sayyidina Ali yang susah bukan karena beliau seorang pengangguran, tetapi karena waktunya banyak habis di medan jihad sehingga menuntut beliau untuk kerja musiman saja memperdagangkan barang-barang dagangan orang-orang Quraisy.

Sering sekali dapur Sayyidina Ali tidak mengepul untuk beberapa hari. Sayyidina Ali, Sayyidah Fatimah dan anak-anaknya Hasan, Husain dan Zainab sering makan sehari-hari dengan buah tamar (kurma) yang keras.

Sayyidah Fatimahpun menumbuk makanannya sendiri tanpa ada pembantu sehingga tangannya yang mulia dan halus sering lecet dan menjadi kasar. Pernah Sayyidina Ali menyuruh Fatimah untuk meminta ayahnya memberikan seorang jariyah (budak wanita) untuk membantu pekerjaan rumahnya. Benar saja, ketika Nabi Saw datang ke rumah Sayyidah Fatimah (kala itu Sayyidah Fatimah kebetulan sedang menggiling gandum), beliau meminta ayahnya untuk memberikannya seorang jariyah, tapi Nabi Saw bukannya malah memberikan seorang jariyah, malah menyuruh batu gilingan yang ada di genggaman tangan Fatimah untuk bergoyang sendiri dan menumbuk gandum dengan sendirinya. Nabi Saw Bersabda, "Kalau engkau mau Fatimah batu itu dapat menjadi khadimmu (pembantu)." Dan ternyata benar saja, batu gilingan itu bergerak dan menggiling dengan sendirinya (Hingga kisah ini banyak sekali diabadikan oleh para ulama dalam berbagai kitab yang berkenaan dengan mu'jizat Rasul Saw seperti Khushushiyat Rasul karya Syaikh Nuruddin Al-Banjari dan Mawahib Al-Ladunniyah karya Imam Al-Kasthallani). Kejadian ini justru membuat Sayyidah Fatimah malu, dan entah apa yang dipikirkan oleh wanita terbaik ini hingga akhirnya Sayyidah Fatimah lebih memilih untuk bersabar dengan kehidupan susahnya dan menolak tawaran Rasul Saw. Tak lama setelah itu, Rasulullah Saw datang kembali ke rumah Fatimah dan mengajarkan kalimat subhanallah, alhamdulillah dan Allahu akbar masing-masing sebanyak 33 kali.

Sayyidina Ali sering sekali pulang dari pasar membawa hasil dagangannya.dengan hasil yang minim atau bahkan sering juga tidak sama sekali. Itupun kalau sudah dapat, Sayyidina Ali sering sekali menyedekahkannya kepada fakir miskin yang beliau temui di jalan pulangnya. Mungkin kita sering mendengar berbagai kisah Sayyidina Ali yang gemar menyedekahkan hartanya walaupun dalam keadaan susah. Di antara yang pernah saya dengar adalah pernah sudah tiga hari keluarga Sayyidina Ali tidak makan. Di rumah tidak ada apa-apa lagi yang bisa dijual selain sebuah jubah usang yang jika dijual hanya akan cukup untuk membeli beberapa potong roti saja. Tidak ada cara lain, mengingat Hasan, Husain dan Zainab sudah sangat kelaparan. Jubah usang yang sulit laku itu sepertinya memang harus dijual. Sayyidah Fatimah meminta suaminya untuk menjualnya dan uangnya dibelikan beberapa potong roti. Alhamdulillah ternyata terjual dan Sayyidina Alipun menukarkannya dengan tiga buah potong roti. Perut Sayyidina Ali yang sudah sakit keroncongan tidak ingin mencabik roti itu sedikitpun sebelum sampai di rumah dan menikmati kelezatan roti itu bersama istri dan anak-anaknya. Tapi apalah daya, di dalam perjalan menuju pulang, tiga kali Sayyidina Ali berpapasan dengan tiga orang pengemis yang kelaparan. Ketiga potong roti itupun habis dibagi-bagikan kepada para pengemis.

Anda jangan berpikir, sesampai di rumah nasib Sayyidina Ali akan tragis sebab pasti akan didamprat oleh istri yang sudah kelaparan. Ternyata tidak, setelah mengetahui Sayyidina Ali tidak membawa sedikit makananpun, Sayyidah Fatimah menyambut suaminya itu dengan penuh senyum dan rahmat. Selanjutnya saya tidak tahu, entah apa yang akan mereka makan pada hari itu. Husnuzhon saya mungkin di dalam rumahnya Allah menurunkan hidangan surga untuk keluarga itu, pastinya kita tidak ada yang tahu. Yang jelas ternyata mereka masih terus bertahan hidup untuk waktu yang lama setelah hari itu walaupun kejadian itu tidak terjadi hanya sekali atau dua kali.

Itu hanyalah salah satu contoh perilaku dari sekian
banyak istri-istri di masa salaf. Kita dapat menyimpulkan bahwa akhlak mereka rata-rata adalah sabar dan tabah terhadap kesusahan hidup, ikhlas dan ridha atas musibah yang menimpa keluarga, pekerja keras, takut kepada Allah, jujur dan sangat menjaga kehormatan dan hak-hak suami baik ketika adanya maupun ketika tiadanya. Tidak pernah kita mendengar istri-istri para sahabat dan tabi'in selingkuh apalagi membunuh suami.

Coba bandingkan dengan istri-istri sekarang. Jika abang pulang tidak bawa uang, pasti loyang akan melayang dan piring-piring berterbangan. Suami jangan berharap pulang akan disambut dengan wajah bidadari yang penuh senyuman. Justru yang menyambut adalah wajah "Mak Lampir" yang penuh auman. Setelah itu berlanjut menuju meja makan, suami jangan berharap telah tersuguhkan berbagai macam hidangan, justru yang tersisa hanya kerak dan tulang. Istri-istri sekarang sudah terlalu kurang ajar, maunya hanya ketika senang, ketika susah suami ditendang. Untung hak cerai ada di tangan suami. Kalau di tangan istri, pasti di sana-sini sudah banyak janda-janda tua yang berserakan.

Sudah banyak saya mendengar kabar, istri-istri yang membunuh dan membakar suami hanya karena suami tidak mau memberi uang. Bahkan sudah ada istri yang berani melakukan mutilasi (memotong-motong tubuh menjadi beberapa bagian) terhadap suaminya. Begitu pula istri yang menusuk suami dari belakang kayaknya sudah tidak terbilang.

Banyak sudah istri-istri yang membunuh anaknya hanya karena takut suami tidak mampu membiayai. Istri yang menanam anaknya dalam septic-tank, ibu yang membakar anaknya, ibu yang mencekik anaknya dan sebagainya…pokoknya sudah terlalu sering saya dengar baik di televisi maupun di surat kabar.

Saya juga pernah menemukan beberapa istri yang sering memaki suami seperti mengatakan; suami tidak bisa diharap, suami tak tau diuntung, suami hanya bisa buat anak tapi ngga bisa ngurus anak dan sebagainya. Kalimat-kalimat ini sering saya jumpai. Alangkah malangnya nasib kaum suami di zaman bluetooth ini . Sungguh sangat berdosa besar istri yang menghardik suaminya. Dan Nabi Muhammad Saw ketika pulang dari Isra' Mi'raj bersabda:

"Aku melihat neraka maka tidak pernah aku melihat pemandangan seperti itu sama sekali. Aku melihat kebanyakan penduduknya adalah wanita." Shahabat bertanya, ”Mengapa demikian wahai Rasulullah?“ Beliau saw menjawab, “Karena kekufuran mereka.” Kemuian ditanya lagi, “Apakah mereka kufur kepada Allah?” Beliau menjawab, “Mereka kufur kepada suami-suami mereka, kufur tehadap kebaikan-kebaikan suami-suami mereka. Kalau engkau (wahai para suami) berbuat baik kepada salah seorang diantara mereka (istri kalian) selama waktu yang panjang kemudian dia melihat sesuatu pada dirimu (yang tidak dia sukai) niscaya dia akan berkata, "Aku tidak pernah melihat sedikitpun kebaikan pada dirimu.” (HR. Bukhari dari Ibnu Abbas ra)

Inilah akibat angin yang dihembuskan oleh aktivis gender dan Barat yang sering menyuruh kaum istri menuntut persamaan dan melakukan dominasi atas kaum suami. Padahal Allah sudah bilang:
و ليس الذكر كالأنثي (ال عمران: 36)
"…dan laki-laki itu tidak sama dengan perempuan".

Kaum aktivis gender menyuruh kaum wanita abad modern ini untuk melomba suaminya dalam segala hal. Akhirnya mereka sekarang melomba suaminya untuk menjadi pemimpin dalam rumah tangga sehingga memiliki pendapatan yang lebih atau sama besar dengan suaminya dan ikut membiayai nafkah keluarga. Ini membuat kaum istri tidak lagi tahu harus memposisikan diri sebagai apa, apakah sebagai pelayan (khadim) ataukah sebagai raja.

Perilaku menyimpang ini sangat jauh berbeda dengan dua ratus tahun yang lalu dimana dahulu istri-istri kaum muslimin sangat patuh dan tunduk kepada suami serta khusyu' mengurus anak-anak dan kebutuhan suami. Istri-istri sekarang hanya baru merasa punya penghasilan sedikit sudah menyuruh suami untuk menjadi pelayan. Na'udzubillah min dzalik.

Dulu memang para istri kaum muslimin hidupnya lebih banyak di dalam rumah dan kerjanya hanya sekitar dapur, sumur dan kasur. Tetapi melahirkan generasi yang sholeh, patuh, kuat dan pejuang. Sekarang para istri sudah tidak mau lagi menimba air dan meniup kayu. Lihatlah anak-anaknya, hanya sebuah generasi obesitas yang lemah, malas, tak berkepribadian dan tidak tegas..

Dahulu kaum istri sangat takut mengganggu suaminya yang sedang beribadah. Bahkan merelakan jatah-jatah malamnya tidak disentuh oleh suami karena melihat suami sedang khusyu' sujud kepada Allah di tengah malam. Adapun sekarang wahai kaum suami, jangan macam-macam dengan istri anda, jika terlalu khusyu' dan lama beribadah, bisa-bisa dari belakang akan dilempar sandal.

Coba kita sedikit mundur ke zaman salaf dimana istri-istri kaum muslimin sering ditinggal oleh suaminya empat bulan, lima bulan bahkan hingga lebih 6 bulan karena berbagai kewajiban dakwah dan jihad. Mereka tidak pernah menuntut sama sekali bahwa suami harus senantiasa tinggal mengeloni istri di dalam rumah.

Lihat betapa indah akhlaq kaum istri di masa salaf (sahabat, tabi'in dan tabi' tabi'in). Walaupun ditinggal berbulan-bulan, tidak ada yang berani selingkuh dengan laki-laki lain. Adapun di abad 20 Masehi ini, istri-istri banyak yang selingkuh. Bukan hanya ketika suami tidak ada, tetapi juga ketika suami ada., baik di kantor, tempat-tempat shooting, pabrik ataupun tempat-tempat kerja lembur lainnya. Inilah akibat jika istri terlalu sering keluar rumah. Bekerja sebagai buruh-buruh pabrik, pelayan-pelayan toko dan restoran, hemat saya bukan pekerjaan yang sesuai dengan fitrah wanita.

Dulu para istri salaf selalu mengantarkan suaminya hingga ke depan rumah ketika hendak mencari nafkah dan berkata, "Wahai suamiku bertakwalah kamu kepada Allah, janganlah engkau memakan yang haram! Sesungguhnya kami mampu bersabar atas kelaparan dunia tapi kami tak mampu bersabar atas panasnya api neraka." (Baca Qishash At-Tabi'iyat karya Doktor Mustafa Murad)

Adapun sekarang justru kaum istri yang menyuruh suaminya melakukan perbuatan haram, melakukan korupsi, memakan harta riba dan memakan harta orang lain dengan cara yang batil karena melihat tetangga mempunyai harta yang lebih dan mewah sehingga menginginkan hal yang sama pula dan jika gelang emas belum mencapai satu kilo di pergelangan tangan maka hati tidak tenang ( persis seperti toko emas berjalan).

Kaum istri di masa salaf juga melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah yang dilakukan istri-istri sekarang. Mereka membersihkan rumah, memasak, mencuci, menjaga anak-anak dan bahkan konon lebih banyak lagi sebab mereka harus memberi makan hewan ternak, menyirami dan menanam tanaman. Tidak hanya itu, mereka juga menghapalkan Alquran kepada anak-anak dan pergi ke majelis ilmu (untuk mencari ilmu mengurus suami) tetapi tidak pernah kita mendengar sahabiyat dan tabi'iyat itu mengeluh, menangis dan meminta cerai kepada suami di tengah-tengah kelelahan yang jauh lebih berat daripada kelelahan ringan yang dirasakan istri-istri sekarang..

Istri-istri abad millennium ini yang katanya abad kemajuan bagi kaum wanita, justru wanita dalam kondisi yang sangat tertinggal baik secara spiritual maupun secara emosional dibandingkan dengan istri-istri zaman penjajahan Belanda dahulu. Sekarang kita lihat istri-istri berbondong-bondong meminta cerai dari suaminya. Ada masalah atau kesusahan sedikit mereka mengeluh, merajuk dan akhirnya meminta cerai.

Padahal istri-istri sekarang tahunya hanya nonton sinetron, nonton gosip "ngrumpi" di Mall, nonton film serta pergi ke salon. Tidak ada lagi pekerjaan yang berat sebagaimana yang dirasakan oleh kaum istri zaman dahulu. Sekarang semuanya serba mudah dan instant. Mencuci pakaian sudah ada mesin cuci, menimba air sudah ada Sanyo, menghidupkan kompor tinggal putar, menyapu rumah tinggal colok, menghaluskan bumbu tinggal blender dan memijat suami tinggal hidupkan mesin. Hidup mereka sekarang sudah serba enak. Kewajiban mereka terkurangi namun menuntut hak kepada suami kok semakin besar ya?!

Logis memang sabda Rasulullah Saw, memang sudah sepatutnya perempuan itu menyembah suami karena ternyata dalam banyak hal, suami telah memberikan toleransi, kemudahan dan kasih sayang yang lebih banyak daripada istri yang lebih egois dan suka memberatkan dan menyalahkan suami.

“Jika aku boleh memerintahkan seseorang untuk menyembah yang lain, niscaya aku akan memerintahkan istri untuk menyembah suaminya.” (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim)

Kalaulah kita lihat di kehidupan sekarang ini. Sudah sangat jarang kehidupan istri-istri kaum muslimin mencontoh kehidupan istri-istri salaf di atas. Kebanyakan istri-istri kita lebih memilih untuk dibilang hidup modern daripada hidup dengan kehidupan salaf.

Istri-istri kaum muslimin sekarang banyak yang tidak memakai hijab, menampakkan auratnya kepada orang lain, mengumpat keburukan-keburukan sesama dalam majelis-majelis arisan atau ketika mangkal di rumah jiran serta merendahkan istri-istri orang-orang shaleh yang senantiasa memakai hijab dan melindungi diri dari lingkungan masyarakat yang rusak spiritualnya.

Akhirnya saya melihat kehidupan salaf itu rasa-rasanya begitu dekat dengan kehidupan sebahagian kecil istri-istri sekarang yang lebih memilih untuk "berdiam diri" di rumah, kalau keluarpun seluruh auratnya tertutup rapih. Jika suaminya keluar, mereka tidak berani keluar rumah. Mereka tidak banyak tuntutan sehingga saya sering melihat suami-suami mereka tenang…menjalankan ibadah dan dakwah walaupun harus keluar jauh hingga berbulan-bulan. Subhanallah…sungguh seperti inilah dulu kehidupan salaf itu.

Tragis…! Sekarang, golongan minoritas itu disebut "teroris".
Sungguh salah alamat.

Kamis, 10 September 2009

Jumat, 21 Agustus 2009

Hijab dan Kehormatan Wanita

Hijab.
Seperti kata pepatah: tak kenal maka tak sayang… banyak kalangan menolak masalah hijab yang diwajibkan atas setiap muslimah. Mereka mengira bahwa ajaran yang mewajibkan kaum wanita untuk menutup diri, tidak bergaul bebas dengan laki-laki, dan lebih banyak tinggal di rumah, adalah ajaran kuno… keras… tidak sesuai dengan perkembangan zaman… melanggar HAM… dan sederetan cap buruk lainnya.

Menurut mereka, salah satu faktor penyebab kemunduran umat Islam ialah karena diterapkannya hijab atas wanita. Entah dengan logika apa opini ini bisa laris di masyarakat kita… Tapi yang jelas, semuanya tak lepas dari makar musuh-musuh Allah untuk mengeksploitasi wanita dengan segala cara.

Penetrasi budaya barat terhadap masyarakat Indonesia telah sedemikian dalam. Mulai dari pergaulan bebas, cara berpakaian, kata-kata, pendidikan, sampai masalah ketuhanan sekali pun harus merujuk ke barat. Hal-hal yang telah baku dalam agama –seperti wajibnya hijab atas wanita– harus ditinjau ulang dengan kacamata liberalisme dan HAM.

Dengan seribu satu alasan mereka berusaha menggagalkan setiap ajakan untuk menjaga kesucian wanita. Maklumlah, mereka adalah anjing-anjing peliharaan Eropa dan Amerika yang terkenal sebagai pemuja syahwat… yang tak sanggup melewatkan tiga menit tanpa berfikir tentang seks[1]. Mereka menganggap seruan berhijab bagi wanita sebagai ancaman besar yang mengganggu kepentingan mereka. Mereka ingin agar wanita selalu tersedia di mana saja dan kapan saja mereka inginkan.

Namun anehnya, semakin hari semakin banyak wanita yang tertipu dengan propaganda mereka. Makin banyak wanita yang mau dieksploitasi dan dilecehkan kehormatannya. Ingatlah, sejarah selalu mengulangi dirinya… mereka yang tak mengambil pelajaran dari masa lalu yang memilukan, pasti akan terjerumus dalam tragedi yang sama.

Mereka yang lupa atau tidak tahu bagaimana kondisi wanita sebelum Islam, pasti akan terjerumus dalam keadaan yang sama nantinya. Karenanya, marilah sejenak kita telusuri kehidupan wanita di zaman Jahiliyah dan kehidupan mereka setelah Islam.



Wanita di zaman Jahiliyah[2]

Masyarakat Jahiliyah konon menganggap wanita sebagai sumber kecelakaan dan malapetaka. Kelahiran seorang bayi perempuan mereka anggap sebagai kesialan. Tak berhenti sampai di situ, mereka kadang menangani si mungil yang tak berdosa itu dengan penuh kebengisan… benar, sebagian dari mereka bahkan tega menguburnya hidup-hidup![3]

Wanita tak memiliki hak sedikitpun terhadap harta warisan…

Mereka tak sudi untuk makan dan minum bersamanya selama ia haidh…

Bagi mereka, cerai tidak ada batasannya. Seorang suami boleh mencerai isterinya semaunya, namun saat masa iddahnya hampir selesai ia merujuknya, dan demikian seterusnya agar wanita malang ini tetap tersiksa dan terlunta-lunta. Riwayat-riwayat berikut menjelaskan kepada kita bagaimana sebenarnya kondisi wanita Arab di zaman Jahiliyah. Umar bin Khatthab t mengatakan:

وَاللَّهِ إِنْ كُنَّا فِي الْجَاهِلِيَّةِ مَا نَعُدُّ لِلنِّسَاءِ أَمْرًا حَتَّى أَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى فِيهِنَّ مَا أَنْزَلَ وَقَسَمَ لَهُنَّ مَا قَسَمَ

Demi Allah, semasa Jahiliyyah kami tak pernah menganggap wanita punya kedudukan apapun, hingga Allah menurunkan ayat-ayat tentang mereka dan menetapkan bagi mereka harta warisan.[4]

Dalam menjelaskan sebab turunnya surat An Nisa ayat 19[5], Ibnu Abbas t mengatakan: “Dahulu, bila seorang laki-laki ditinggal mati oleh saudara atau ayahnya, maka ialah yang paling berhak terhadap istri si mayit. Ia boleh memiliki wanita tersebut, atau mengurungnya dalam rumah hingga menebus dirinya seharga mahar yang dahulu diterimanya, atau dibiarkan sampai mati kemudian hartanya diambil”. Sedangkan Mujahid -murid Ibnu Abbas- mengatakan: “Jika seorang bapak mati meninggalkan isterinya, maka yang paling berhak terhadap isteri ayahnya ialah anaknya. Ia boleh menikahinya jika wanita itu bukan ibu kandungnya, atau menikahkannya dengan saudara atau keponakan yang dia sukai.” [6]

Kebiasaan ‘gila’ lainnya yang dilakukan oleh orang Jahiliyah ialah ketika thawaf. Al Imam Jalaluddin As Suyuti menyebutkan dalam tafsirnya:

“Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, Muslim, An Nasa’i, Ath Thabary, Ibnul Mundzir, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Mardawaih dan Al Baihaqy dalam Sunan-nya dari Ibnu Abbas t, katanya: “Dahulu kaum wanita thawaf di baitullah dalam keadaan telanjang, mereka hanya menutup kemaluannya dengan secarik kain. Dalam thawafnya mereka mengatakan:


“Hari ini nampaklah seluruhnya atau sebagian, dan yang nampak hari ini takkan kurelakan”

Said bin Jubair mengatakan: “Orang-orang Jahiliyah biasa thawaf dalam keadaan telanjang. Mereka mengatakan: “Kami tidak akan thawaf dengan pakaian yang berlumuran dosa”. Maka datanglah seorang wanita yang mencampakkan pakaiannya kemudian thawaf, dan selama thawaf ia menutup kemaluannya dengan kedua tangannya sambil mengucapkan bait-bait diatas. Maka turunlah firman Allah berikut…” [7]

Demikianlah gambaran singkat akan kondisi wanita Arab zaman Jahiliyah. Tak jauh beda dengan perlakuan bangsa-bangsa lain terhadap mereka di kala itu.[8]

Menurut masyarakat Cina kuno, wanita dianggap makhluk najis hasil perbuatan setan. Ia tak ubahnya seperti barang loakan yang dijual di pasar. Hak-haknya dirampas, tak ada warisan baginya dan tak boleh menggunakan harta.

Dalam undang-undang Hammurabi [9], wanita tak ubahnya seperti hewan ternak milik seseorang. Karenanya, barangsiapa membunuh puteri orang, ia harus menyerahkan puterinya untuk dibunuh atau dimiliki orang tersebut.[10]

Adapun di India, sebagaimana yang dituturkan Gustav Labon: “Wanita menganggap suaminya sebagai titisan Tuhan di bumi. Mereka yang belum bersuami atau janda dianggap sebagai makhluk buangan oleh masyarakat Hindu, yang artinya sejajar dengan binatang. Di antara janda malang tersebut ialah gadis yang ditinggal mati suaminya di usia muda. Kematian seorang Hindu merupakan petaka besar bagi istrinya, karena ia takkan mampu melanjutkan hidupnya setelah itu. Seorang wanita Hindu yang menjanda akan berkabung selamanya. Ia tak lagi dianggap sebagai manusia. Pandangannya dianggap membawa kesialan, dan semua yang disentuhnya dianggap najis. Yang terbaik baginya ialah mencampakkan dirinya dalam api, sebagaimana jasad suaminya dibakar. Sebab jika tidak, ia harus menanggung kehinaan dan penderitaan yang melebihi siksa api.” [11]

Demikian pula dengan umat Nasrani yang terdahulu. Para pendeta tercengang menyaksikan kebejatan orang-orang Romawi…. Perzinaan merajalela, kemungkaran ada di mana-mana, dan moral masyarakat menurun drastis. Mereka menganggap bahwa wanita lah yang bertanggung jawab atas ini semua karena terlalu membaur dengan masyarakat, bebas bermain sesukanya, dan bebas bergaul dengan lelaki manapun yang dia suka. Akhirnya mereka menetapkan bahwa pernikahan adalah kenistaan yang harus dijauhi, dan lelaki bujangan adalah lebih mulia di sisi Allah dari pada yang beristeri. Mereka mengumumkan bahwa wanita merupakan pintu setan, dan berhubungan dengannya adalah perbuatan kotor. Karenanya, kemuliaan hanya dapat diraih dengan tidak menikah.

Pada abad ke-5 Masehi, sejumlah rohaniawan Kristen berkumpul untuk membahas dan mendiskusikan dalam ‘Perkumpulan Macon’; apakah wanita adalah jasad semata ataukah jasad dengan ruh yang bisa selamat dan celaka. Ternyata mayoritas mereka berpendapat bahwa wanita tidak memiliki ruh yang selamat, dan pendapat ini berlaku untuk seluruh kaum hawa kecuali Bunda Maria –yakni Maryam, ibunda Nabi Isa u–.[12]

Lalu pada tahun 586 M, –masa remaja Rasulullah e– orang-orang Perancis mengadakan suatu muktamar untuk membahas apakah wanita termasuk manusia atau bukan? Apakah ia memiliki ruh atau tidak? Kalaupun memiliki ruh, maka itu ruh hewani atau ruh manusiawi? Kalaupun ruh manusiawi, maka apakah sederajat dengan laki-laki atau dibawahnya? Akhirnya mereka memutuskan bahwa wanita adalah manusia akan tetapi ia diciptakan untuk menjadi pelayan laki-laki saja.

Jadi, agama Nasrani yang tersimpangkan yang dianut oleh masyarakat barat hari ini, hanya menganggap wanita sebagai sumber maksiat dan biang kejahatan semata. Wanita menurut mereka adalah salah satu pintu Jahannam, sebab ialah yang menjerumuskan laki-laki dalam berbagai dosa, dan darinya lah berbagai musibah menerpa seluruh manusia. Karenanya, ketika Raja Henry VIII berkuasa, parlemen Inggris mengeluarkan keputusan yang melarang wanita untuk membaca kitab ‘Perjanjian Baru’ –alias Bible,– karena ia dianggap najis.

Semenjak itu, kaum wanita senantiasa terikat oleh Undang-undang Umum Inggris (English Common Law) hingga sekitar pertengahan abad lalu (± 1850 M), dan hanya segelintir dari mereka yang mendapat pengecualian [13]. Karenanya. wanita tak memiliki hak apa pun yang bersifat pribadi. Ia tak berhak terhadap harta yang diperolehnya dan tak berhak memiliki apa pun termasuk pakaian yang melekat di tubuhnya. Bahkan Undang-undang Inggris hingga tahun 1805 masih membolehkan suami untuk menjual istrinya. Undang-undang tersebut juga menetapkan bahwa harga jual seorang istri ialah 6 Pence (½ Shilling). Bahkan pernah terjadi seorang lelaki Inggris menjual isterinya seharga 500 Pound pada tahun 1931. Dalam pembelaan di Pengadilan, pengacaranya berdalih bahwa Undang-undang Inggris tahun 1801 telah menentukan bahwa harga seorang isteri adalah 6 Pence, dengan syarat isterinya setuju dijual. Maka Mahkamah pun menjawab bahwa Undang-undang tersebut telah diganti tahun 1805 dengan peraturan yang melarang seorang suami untuk menjual atau memberikan isterinya. Setelah perdebatan yang cukup lama, akhirnya mahkamah memvonis si suami dengan penjara 10 bulan.

Disebutkan pula dalam majalah ‘Hadharatul Islam’ tahun kedua hal 1078: “Tahun lalu ada seorang pria berkebangsaan Italia yang menjual isterinya kepada orang lain secara kredit. Namun ketika pembelinya menolak untuk membayar cicilan terakhir, lelaki itu pun membunuhnya”.

Al Ustadz Muhammad Rasyid Ridha -rahimahullah- mengatakan: “Diantara peristiwa aneh yang diberitakan oleh sebagian surat kabar Inggris beberapa hari terakhir[14] ialah; bahwa di pedesaan Inggris masih ada para suami yang menjual isteri mereka dengan harga yang sangat murah, yaitu sekitar 30 Shilling! Beberapa surat kabar tersebut bahkan menyebutkan sebagian nama mereka.” [15]


Demikianlah kondisi wanita eropa yang menjadi panutan banyak orang. Kalau sekarang mereka gembar-gembor tentang HAM dan kebebasan wanita, berarti mereka lah ‘pahlawan kesiangan’ bin ‘maling teriak maling’. Memangnya siapa yang dahulu menjajah Indonesia selama 350 tahun dan memperbudak bangsa kita demi kemakmuran pribadi? Siapa yang melarang wanita mengenakan jilbab di luar rumah? Siapa yang membombardir Afghanistan, Iraq dan Sudan serta membantai ratusan ribu warga sipil? Siapa pula yang paling doyan ikut campur urusan dalam negeri negara lain? Bukankah negara-negara Eropa dibawah komando Amerika?

Mereka gencar mengecam para da’i yang memperjuangkan hijab sebagai perisai akan kesucian wanita. Padahal, masyarakat mereka yang rusak berantakan dan berada pada ujung kehancuran, jauh lebih pantas untuk dikecam agar berbenah secara total dari dalam. Namun begitulah kedengkian mereka yang membara dalam dada terhadap kaum muslimin yang agamis dan memelihara kehormatannya.

Ketika penentangan terhadap masuknya muslimah berjilbab ke perguruan tinggi dan tempat-tempat kerja demikian gencar, kita sama sekali tidak mendengar adanya penentangan terhadap penyimpangan seksual atau prostitusi, sebagaimana yang kita saksikan di negara-negara seperti Amerika, Perancis, Inggris, Jerman dan Eropa secara umum. Padahal data statistik mereka menunjukkan betapa tingginya tingkat penderitaan dan penyia-nyiaan yang sehari-hari dihadapi oleh wanita barat. Bagaimana mereka bisa bergerak dengan aman dan bebas, sedangkan diri mereka terancam oleh tindak perkosaan tiap enam menit saat berada di luar rumah!!?? [16]

Adapun pembunuhan, sama sekali tidak lebih ringan dari ini. Setiap wanita harus siap untuk dihabisi oleh suaminya, pacarnya, atau bahkan saudara kandungnya karena masalah sepele. Seperti jika ada diantara mereka yang ingin putus hubungan dengan pacarnya, maka tak ada jalan lain bagi si pacar selain membunuhnya, sebagai pelampiasan emosi atas perbuatan mantan pacarnya tadi. Lantas dimanakah kebebasan dan rasa aman yang mereka dengung-dengungkan selama ini? Bukankah lebih penting bagi mereka untuk membenahi ‘rumah mereka’ dan membersihkannya dari setiap kenistaan dan kekejaman, sebelum menjadi relawan untuk membersihkan rumah orang?

Marilah sejenak kita biarkan angka-angka berbicara mengenai mereka…



Tindak perkosaan

Di Amerika, resiko seorang wanita untuk diperkosa cukup tinggi (lihat indeks). Jumlah mereka yang melaporkan diri sebagai korban perkosaan ke polisi pada tahun 1996 tercatat 96.250 orang. Sedangkan yang tidak melaporkannya diperkirakan mencapai 310.000 orang. Adapun di Kanada, tercatat ada sebanyak 20.530 kasus perkosaan dalam tahun itu, dan di sana ada 150 pusat rehabilitasi korban perkosaan bagi mereka yang diperkosa.

Dalam skup yang lebih luas, di Australia terdapat 75 pusat rehabilitasi korban perkosaan, dan di Jerman tercatat sebanyak 5527 kasus perkosaan. Sedangkan di komunitas Yahudi Israel terdapat 7 pusat rehabilitasi korban perkosaan. Demikianlah angka-angka berbicara tentang mereka.



Pembunuhan wanita:

Di Amerika, tiap harinya sepuluh wanita terbunuh di tangan suami atau pacar mereka sendiri. 75% dari kasus pembunuhan ini terjadi setelah si wanita putus hubungan dengan pacarnya, atau minta cerai dari suaminya. Adapun di Rusia, tercatat bahwa separuh dari kasus pembunuhan wanita dilakukan oleh suami atau pacar mereka sendiri.



Kasus Aborsi

Perseteruan antara pendukung dan penentang aborsi hingga kini terus berlangsung di Amerika. Hal ini besar sekali pengaruhnya terhadap masyarakat, sampai-sampai mereka yang mencalonkan diri sebagai gubernur pun tak ketinggalan untuk menyinggung masalah aborsi dalam kampanye mereka. Krisis ini umumnya menyangkut anak-anak hasil perzinaan yang kadang meruncing di antara mereka hingga menyebabkan kontak senjata. Aborsi merupakan ancaman serius bagi eksistensi wanita, setiap tahunnya tercatat 200 ribu wanita meninggal dunia akibat percobaan aborsi yang ilegal.



Perceraian

Tentang perceraian, nampaknya telah menjadi rahasia umum. Mereka nyaris tak pernah mengumumkan pernikahan kecuali sesaat kemudian mengajukan gugatan cerai ke pengadilan. Prosentase perceraian di Amerika pada tahun 1990 saja mencapai 55%, di Perancis 32%, di Inggris 42%, dan di Swedia 44%.



Inilah realita wanita barat moderen tanpa dibesar-besarkan, dan inilah hakikat yang sebenarnya. Kebebasan yang mereka kampanyekan selama ini hanyalah bualan besar dan omong kosong belaka. Negeri mereka ternyata lebih menyeramkan untuk dihuni dari pada hutan belantara, lantas dimanakah kebebasan itu… dimana kedamaian… dimana pula ketentraman jika kehormatan, harta dan jiwa wanita terancam setiap saat.



Kesimpulannya: siapa yang lebih layak untuk dibebaskan: wanita kita atau wanita mereka? [17]


[1] Sebagaimana yang dinyatakan PM Inggris Tony Blair dalam sebuah surat kabar (bahasa Arab): “Serdadu Inggris tidak bisa melewatkan tiga menit berlalu tanpa berpikir mengenai seks”.

[2] Yaitu masa senggang antara seorang Rasul dengan Rasul berikutnya sebelum datangnya Islam. Atau keadaan masyarakat Arab sebelum Islam (lihat Al Mu’jamul wasith hal 144).

[3] Sebagaimana firman Allah U: “Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang sampai kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu” (An Nahl: 58-59).

[4] H.R. Bukhari (no 4629) dan Muslim (no 1479).

[5] Yang maknanya: Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.

[6] Lihat Tafsir Ath Thabary cet. Muassasah Ar Risalah, 8/106.

[7] Lihat Ad Durrul Mantsur cet. Darul Fikr, 3/439. Ayat yang dimaksud ialah (Q.S. Al A’raf: 31-32).

[8] Paragraf ini dan yang berikutnya dinukil dari berbagai sumber, diantaranya: Al Mar-atu bainal Fiqhi wal Qonun tulisan Dr. Musthafa As Siba’i (hal 13-22); Maadza ‘anil Mar-ah? tulisan Dr. Nuruddien ‘Itr (hal 13-16); Al Mar-atul Muslimah tulisan Wahby Ghawaji (hal 25-27); Al Mar-atu wa Makaanatuha tulisan Al Hushain (hal 11-17); Al Mar-atul ‘Arabiyyah tulisan Syaikh Abdullah Afify; dan Al Hijab tulisan Al Maududi (hal 12-25) dengan perantaraan kitab ‘Audatul Hijab tulisan Syaikh Muhammad Isma’il Al Muqaddami (2/41-47). Sebagian dari data di atas juga disebutkan dalam buku-buku ensiklopedi seperti Encyclopedia Britannica, Encyclopedia Biblica dan yang lainnya.

[9] Nama Raja Babilonia yang berkuasa sekitar abad 18 sebelum Masehi. Kekuasaannya terbentang dari Teluk Persia ke utara melewati sungai Eufrat dan Tigris, dan ke barat hingga laut Mediterania. Ia merupakan seorang militer dan negarawan ulung yang terkenal dengan undang-undangnya tersebut (Microsoft Encarta Encyclopedia Standard 2003).

[10] ‘Audatul Hijab 2/43.

[11] Ibid 2/43-44, dinukil dari Hadhaaratul Hind, tulisan Gustav Labon (hal 644-646). Syaikh Muhammad Al Muqaddami mengatakan bahwa kezaliman terhadap wanita India tersebut baru dihapus setelah masuknya Islam kesana, yang konon hampir menguasai seluruh wilayah India di zaman Raja Aorank Zeib, hingga akhirnya jatuh di tangan kolonial Inggris.

[12] Ibid hal 45, dinukil dari: Al Mar-atu fil Qur’an, hal 54.

[13] Yaitu mereka yang digolongkan sebagai orang terpandang dan warga negara menurut undang-undang. Bahkan pada tahun 1567, Parlemen Inggris mengeluarkan keputusan bahwa kaum wanita tidak boleh diberi kekuasaan apa pun atas apa pun (‘Audatul Hijab 2/46).

[14] Dengan mengingat bahwa kitab beliau dicetak tanggal 12 Rabi’ul Awwal 1351 H. Artinya pengaruh masa lalu masih ada di Inggris sampai lima puluh tahunan silam.

[15] Dinukil dari Huququn Nisa’ fil Islam, tulisan Syaikh Muhammad Rasyid Ridha. Mengomentari hal ini, DR. Nuruddien ‘Itr mengatakan: “Kejadian semisal pernah diceritakan oleh temanku yang baru saja menyelesaikan program pasca sarjananya di Amerika Serikat. Ia mengisahkan bahwa dalam masyarakat Amerika ada sebagian kalangan yang saling pinjam-meminjam isteri dalam jangka waktu tertentu, kemudian masing-masing mengambil kembali isteri yang dipinjamkannya. Persis seperti orang desa yang meminjamkan ternaknya, atau orang kota yang meminjamkan perkakas rumah tangganya”, dinukil dari: Maadza ‘anil Mar-ah? hal 15-16.

[16] Angka ini didapat dari jumlah rata-rata kasus perkosaan tiap hari di Amerika antara tahun 1996-2005, yaitu 256 kasus. Kalau sehari semalam adalah 1440 menit, maka hasilnya 1440:256=5,625 yang dibulatkan jadi 6. Artinya tiap enam menit terjadi sekali perkosaan (lihat lampiran 1).

[17] Disadur dari artikel berjudul: Ayyuhuma aula bit tahrir: al mar’atu ladaina am ladaihim?!, oleh Jilnar Fuhaim dengan sedikit penyesuaian (www.ikhwanonline.com) [jangan lupa untuk ditambahkan ke daftar pustaka.]

Jumat, 14 Agustus 2009

Terus Bertahan

ismillah...
Sendiri, kukemas air mata
Tak berdaya ku yang ada dihadapanku
Harus berjuang sendiri...

Hati yang selalu terkoyak
Jiwa yang selalu tak tenang
Dan sakit yang selalu berganti
Semuanya aku akan hadapi, sendiri...

Hanya karena mengharap cinta dan kasih sayang hingga aku terus bertahan
Bertahan hingga waktunya tiba...

Jika suatu saat nanti Allah telah memanggilku...
Aku hanya ingin meninggalkan setitik pesan pada mereka, orang tuaku...
" Aku sayang kalian dengan jalanku seperti ini "

Untukmu Mama ... !

Dear Mama,

Sebentar lagi, genap sudah seperempat abad kujalani hidup bersamamu.
Tidak singkat dan juga tidak mudah
Segala bentuk kasih sayang kuyakini pasti telah engkau curahkan, wahai Mama...

Masa kanak-kanakku habis dengan menuntut pendidikan untuk masa depanku
Sekolah-Rumah-Sekolah-Rumah adalah aktivitasku selalu
Begitu besarnya penjagaanmu terhadap aku.

Mama...
Semua itu aku terima walau terkadang rasa iri menghampiri pada saudara(i)ku sendiri
Apa yang mereka punya, tak selalu sama punyaku

Mama...
Beberapa tahun lalu, aku mulai belajar Islam.
Aku baru tahu, kalau selama itu aku ternyata melanggar perintahNya dengan memamerkan auratku
Aku baru tahu, kalau menuntut 'ilmu syar'i jauh lebih penting daripada sekedar ilmu dunia saja
Dan aku pun berubah...

Tapi mama...
Kusangka semua itu mudah untuk kukerjakan dengan ridhomu
Ternyata, justru engkaulah yang menjadi benci padaku...

Retak, tangis, sakit, sesak dan seakan ingin teriak waktu itu
Mama tak pernah mendukungku...

Jilbab yang aku kenakanpun kubeli dengan jerih payahku sendiri
Sebab engkau tak memberiku uang untuk itu

Mama...
Bertahun-tahun aku lalui tanpa hangatnya senyumanmu lagi
Tak ada Mama yang dulu selalu tertawa ketika tingkahku lucu menepis kesunyian rumah
Tak ada Mama yang selalu menyisir rambutku dengan lembut lagi
Tak ada Mama yang membuatkanku susu lagi
Tak ada Mama yang selalu bertanya keadaanku setiap hari...

Mama...
Aku tak pernah membantahmu ketika engkau marah
Aku tak pernah menepis pukulanmu ketika engkau benci
Karena aku tahu, Mama sayang aku dan aku sayang Mama

Mama...
Aku bahagia hingga kini
Meski aku hanya mampu mencium tanganmu sebelum kulangkahkan kaki keluar
Meski aku hanya mampu melihat senyummu pada adik-adikku
Meski aku hanya mampu mengecup keningmu disaat engkau tertidur pulas

Mama...
Maafkan aku dengan jalanku ini
Bukan karena aku mencoba menjadi anak durhaka
Tetapi karena aku ingin menjadi anak yang sholehah dimataNya
Menjadi anak yang bisa engkau banggakan di jalan ini kelak

Mama...
Aku hanya ingin Mama menerimaku dengan keadaanku kini

Untukmu Mama...
I Love You, Mama